Sabtu, 19 Maret 2016

Aku, Buku dan Kebetulan


Waktu itu sekitar awal bulan Mei tahun 2015, aku mencari-cari sesuatu yang menarik untuk dibaca. Aku membuka ini dan itu yang menyajikan informasi mengenai buku. Karena aku penyuka novel, maka di mesin pencarian aku mengetik “Resensi Novel” kupikir mana yang teratas di daftar pencarian, itulah yang akan menyajikan informasi mengenai novel paling menarik.
     Entah sebuah kebetulan atau apa, aku melihat sayembara resensi 3 novel yang diadakan oleh Kaurama Buana Antara. Ada tiga novel yang boleh diresensi dalam sayembara tersebut. Lagi, entah sebuah kebetulan atau apa, aku langsung tertarik dengan A Girl Who Loves A Ghost. Kemudian, aku mencari tahu tentang novel itu, dan ... wow, zodiak penulisnya, Alexia Chen, sama sepertiku, Capricorn.
      Keesokannya, ketika abangku pergi ke pusat Kota Medan, aku memintanya singgah di toko buku. Untungnya tidak terlalu lama ia kembali. Sebelum aku membaca buku itu, kubaca lagi mengenai sayembara itu, persyaratannya dan juga hadiahnya.
    Aku sama sekali tak berharap mencapai peringkat pertama, karena aku juga baru pertama kali meresensi. Aku pun bingung apa yang harus kulakukan, kucari lagi tata cara meresensi, namun itu malah membuatku malas. Jadi, aku menulis apa saja yang kupikirkan tentang novel itu.
     Saat aku melihat pengumuman, aku senang bukan main, aku langsung membayangkan buku, buku, dan buku. Kutebak-tebak berapa banyak yang akan kudapat. Di kampus sambil senyum-senyum aku mengabarkan pada temanku yang juga menyukai novel bahwa aku akan mendapatkan novel gratis.
     Beberapa minggu berselang, barulah paket bukuku datang. Aku menemukan sepucuk surat dari Kaurama Buana Antara setelah membuka paketnya. Dari surat itu aku tahu ada buku yang baru saja diterbitkan. Judul buku itu “Titik Balik” ditulis oleh Ibu Rani.
      Semakin lama membaca semakin banyak kejutan di dalamnya. Pertama adalah Avatar, aku suka sekali animasinya, The Legend of Aang pun The Legend of Korra, keduanya seru. Bertemu pula dengan nama itu. Kedua, ada serendipity, setelah membaca tentangnya, aku jadi berpikir bahwa semua yang kualami merupakan fenomena serendipity. Bayangkan saja, kalau aku tidak peduli soal buku, apa aku akan menemukan sayembara menulis resensi? Tentu saja aku akan jadi seperti teman-temanku yang tidak tahu-menahu soal informasi sayembara resensi.
    Seperti tokoh aku dalam Titik Balik yang mengidamkan lavender, menyimpan gambarnya, bertemu dengan orang yang kampung halamannya dipenuhi lavender, sampai ia berjumpa dengan lavender. Aku merasa mengalami hal yang sama. Perasaan itu menguat saat Pak Manan disebut-sebut dalam buku tersebut. Sepertinya ada sesuatu yang mengonfirmasi perasaanku.
       Seolah keajaiban sedang berbicara padaku, “Iya, Aku bekerja untukmu. Bukankah nama ayahmu Manan? Itulah cara-Ku menunjukkan padamu bahwa Aku berusaha mewujudkan takdir yang kauinginkan. Semua itu kebetulan bagimu, tapi bukan kebetulan bagi-Ku.”
        Iya, nama bapakku Manan, aku sudah berteman dengan Ibu Rani di facebook, tetapi sama sekali belum mengatakan padanya bahwa ini sebuah kebetulan yang luar biasa. Pada kesempatan mana lagi aku bisa menemukan nama bapakku tercetak dalam sebuah novel? Kemungkinannya tidak banyak, ada pun akulah nanti yang jadi penulisnya.
      Sekarang, aku sangat yakin bahwa rangkaian kebetulan yang bukan kebetulan itu belum berakhir. Selama aku masih suka membaca akan selalu ada kebetulan-kebetulan lain. Mungkin saja kebetulan-kebetulan yang telah mewujud nyata tersebut sedang membangun kebetulan yang akan menjadikanku seorang penulis, yang karyanya bermanfaat bagi banyak orang, seperti Titik Balik.

      Itulah kisahku bersama buku dan segala kebetulan yang dibawanya.