Waktu
itu sekitar awal bulan Mei tahun 2015, aku mencari-cari sesuatu yang menarik
untuk dibaca. Aku membuka ini dan itu yang menyajikan informasi mengenai buku.
Karena aku penyuka novel, maka di mesin pencarian aku mengetik “Resensi Novel”
kupikir mana yang teratas di daftar pencarian, itulah yang akan menyajikan
informasi mengenai novel paling menarik.
Entah sebuah kebetulan atau apa, aku
melihat sayembara resensi 3 novel yang diadakan oleh Kaurama Buana Antara. Ada
tiga novel yang boleh diresensi dalam sayembara tersebut. Lagi, entah sebuah
kebetulan atau apa, aku langsung tertarik dengan A Girl Who Loves A Ghost.
Kemudian, aku mencari tahu tentang novel itu, dan ... wow, zodiak penulisnya,
Alexia Chen, sama sepertiku, Capricorn.
Keesokannya, ketika abangku pergi ke
pusat Kota Medan, aku memintanya singgah di toko buku. Untungnya tidak terlalu
lama ia kembali. Sebelum aku membaca buku itu, kubaca lagi mengenai sayembara
itu, persyaratannya dan juga hadiahnya.
Aku sama sekali tak berharap
mencapai peringkat pertama, karena aku juga baru pertama kali meresensi. Aku
pun bingung apa yang harus kulakukan, kucari lagi tata cara meresensi, namun
itu malah membuatku malas. Jadi, aku menulis apa saja yang kupikirkan tentang
novel itu.
Saat aku melihat pengumuman, aku
senang bukan main, aku langsung membayangkan buku, buku, dan buku.
Kutebak-tebak berapa banyak yang akan kudapat. Di kampus sambil senyum-senyum
aku mengabarkan pada temanku yang juga menyukai novel bahwa aku akan
mendapatkan novel gratis.
Beberapa minggu berselang, barulah
paket bukuku datang. Aku menemukan sepucuk surat dari Kaurama Buana Antara
setelah membuka paketnya. Dari surat itu aku tahu ada buku yang baru saja
diterbitkan. Judul buku itu “Titik Balik” ditulis oleh Ibu Rani.
Semakin lama membaca semakin banyak
kejutan di dalamnya. Pertama adalah Avatar, aku suka sekali animasinya, The
Legend of Aang pun The Legend of Korra, keduanya seru. Bertemu pula dengan nama
itu. Kedua, ada serendipity, setelah
membaca tentangnya, aku jadi berpikir bahwa semua yang kualami merupakan
fenomena serendipity. Bayangkan saja,
kalau aku tidak peduli soal buku, apa aku akan menemukan sayembara menulis
resensi? Tentu saja aku akan jadi seperti teman-temanku yang tidak tahu-menahu
soal informasi sayembara resensi.
Seperti tokoh aku dalam Titik Balik
yang mengidamkan lavender, menyimpan gambarnya, bertemu dengan orang yang kampung
halamannya dipenuhi lavender, sampai ia berjumpa dengan lavender. Aku merasa
mengalami hal yang sama. Perasaan itu menguat saat Pak Manan disebut-sebut
dalam buku tersebut. Sepertinya ada sesuatu yang mengonfirmasi perasaanku.
Seolah keajaiban sedang berbicara
padaku, “Iya, Aku bekerja untukmu. Bukankah nama ayahmu Manan? Itulah cara-Ku
menunjukkan padamu bahwa Aku berusaha mewujudkan takdir yang kauinginkan. Semua
itu kebetulan bagimu, tapi bukan kebetulan bagi-Ku.”
Iya, nama bapakku Manan, aku sudah
berteman dengan Ibu Rani di facebook, tetapi sama sekali belum mengatakan
padanya bahwa ini sebuah kebetulan yang luar biasa. Pada kesempatan mana lagi
aku bisa menemukan nama bapakku tercetak dalam sebuah novel? Kemungkinannya tidak
banyak, ada pun akulah nanti yang jadi penulisnya.
Sekarang, aku sangat yakin bahwa
rangkaian kebetulan yang bukan kebetulan itu belum berakhir. Selama aku masih
suka membaca akan selalu ada kebetulan-kebetulan lain. Mungkin saja
kebetulan-kebetulan yang telah mewujud nyata tersebut sedang membangun
kebetulan yang akan menjadikanku seorang penulis, yang karyanya bermanfaat bagi
banyak orang, seperti Titik Balik.
Itulah kisahku bersama buku dan
segala kebetulan yang dibawanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar