Judul Buku : Titian Kejahatan (Terjemahan)
Penulis : Robert Galbraith
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2016
Jumlah Halaman : 552
ISBN : 978-602-03-2636-8
Sekitar
20 April lalu, saya melihat kiriman Gramedia Pustaka Utama muncul di kolom
umpan di facebook. Sudah lama saya
menyukai halaman itu, saya pikir sangat berguna untuk mendapatkan informasi
buku-buku terbaru GPU serta harganya. Sangat berharap tidak ketinggalan berita
tentang serial Cormoran Strike. Namun, apa boleh buat saya terkejut setengah
mati melihat kiriman itu, pasalnya isi kiriman itu informasi lomba resensi yang
diadakan Gramedia Pustaka Utama. Yang pertama kali membuat saya terkejut bukan
tanda tangan Robert Galbraith, melainkan seri ketiga yang muncul di sana
bersama seri pertama dan kedua. Wah, saya ketinggalan berita.
Kejutan kedua datang dari tanda
tangan Robert Galbraith, dalam hati saya berteriak, “Aku mau.” Dengan itu, saya
membuat resensi seri pertama dan seri kedua, supaya bisa ikut lomba. Pada 25
April, hari Senin, sepulang dari acara judisium teman sekampus, saya pun mampir
di Gramedia Gadjah Mada, Medan, tanpa melihat-lihat seperti biasa, langsung
saja mengambil Career of Evil dari rak, membayarnya, lalu pulang dengan
tergesa-gesa.
Di angkutan kota, saya membaca
sinopsisnya. Beginilah isi sinopsis itu:
“Sebuah paket misterius dikirim
kepada Robin Ellacot, dan betapa terkejutnya dia ketika menemukan potongan
tungkai wanita di dalamnya.
Atasan Robin, detektif partikelir
Cormoran Strike, mencurigai empat orang dari masa lalunya yang mungkin
bertanggung jawab atas kiriman mengerikan itu—empat orang yang sanggup
melakukan tindakan brutal.
Tatkala polisi mengejar satu
tersangka pelaku yang menurut Strike justru paling kecil kemungkinannya, dia
dan Robin melakukan penyelidikan sendiri dan terjun ke dunia kelam tempat
ketiga tersangka yang lain berada. Namun, waktu kian memburu mereka, sementara
si pembunuh kejam kembali melaukan aksi-aksi mengerikan.”
Ketika semakin dalam saya memasuki
novel ini, saya semakin tercengang dengan peralihan J.K. Rowling yang sangat
terkenal dengan novel Harry Potter-nya yang penuh imajinasi dan begitu pantas
untuk anak di bawah umur. Sangat berbeda dengan novel kriminal yang sekarang
berdiri manis di rak meja belajar saya.
Career of Evil bisa dibilang lebih
ganas daripada pembunuhan brutal sebelumnya dalam Ulat Sutra. Tersangka dalam
seri ini lebih sedikit daripada sebelumnya yang jumlahnya lebih dari tujuh
orang. Motif pelaku kriminal kali ini sudah jelas sejak awal, yaitu dendam,
berbeda dari seri-seri sebelumnya. Belum lagi, Cormoran Strike, si detektif
partikelir sendiri yang terlibat, menjadi objek balas dendam pelaku.
Kiriman tungkai wanita ke kantor
Strike, ditujukan secara khusus pada Robin adalah awal pembalasan dendam
pelaku. Strike kehilangan banyak klien karena berita “tungkai wanita” menyusup
ke koran harian. Para pengguna jasa Strike menganggap biro detektif, yang susah
payah dibangun Strike, sedang bermasalah.
Itulah kesulitan yang mesti dihadapi
Strike, menyelidiki kasus balas dendam dengan dana minim, hanya tersisa dua
klien yang siap membayar jasanya. Pada seri sebelumnya, misteri lebih
mendominasi daripada kriminal. Namun kali ini, antara misteri dan kriminal bisa
dibilang seimbang, tidak ada yang mendominasi.
Tindak kriminal itu diperlihatkan
dari banyaknya korban dalam novel ini, ada empat orang yang salah satunya
merupakan gadis pemilik tungkai. Misteri yang tersisa hanya dugaan pada tiga
tersangka, karena dalam setiap pernyataan, jelas dikatakan Strike yakin tersangka
yang pertama kali muncul dalam benaknya bukanlah orang itu. Tetapi, siapa yang
tahu? Bisa saja itu tipuan.
Saya sangat bersemangat, Galbraith
mengajak saya ke Skotlandia, kita ke sana naik kereta dari London, singgah ke
kantor Hardy untuk meminjam mobil dan sedikit mencuri informasi, lalu pergi ke
Melrose. Di sana pulalah, masa lalu Strike dikisahkan, terlibat dalam
penjeblosan Donald Laing, salah satu tersangka, ke penjara, karena
penganiayaan. Laing adalah tokoh yang kelihatannya memiliki dendam paling besar
kepada Strike. Tetapi, siapa yang tahu dia pelaku itu atau bukan?
Lagi dan lagi, saya harus mengatakan
ini berulang kali, saya terpukau dengan cara Galbraith mendeskripsikan
tempat-tempat yang muncul dalam novel ini. Cara kerjanya sangat keren, pada
bagian ucapan terima kasih, saya tahu dia mengunjungi Cabang Investigasi Khusus
di Edinburgh. Jadi, detil-detil tempat dalam novel ini bukan sekadar ingatan yang
meraba-raba di mana sering kali terdapat penambahan-penambahan yang tidak
nyata.
Pada seri inilah, saya merasa
Galbraith telah menegaskan karakter Strike, pria misterius yang bekerja karena
gairah, tidak berhenti meskipun banyak orang di luar sana yang menumpuk dendam
akibat pekerjaannya. Tetapi, kehadiran ibu Rhona, Mrs. Bunyan di Melrose yang
dipenuhi rasa terimakasih kepada Strike karena telah menyelamatkan putrinya,
menegaskan sosok Strike yang heroik.
Dengan senang hati saya mengatakan, “Selamat
datang Cormoran Strike, pahlawan abad dua puluh satu yang menangkap penjahat
dengan cara melemparkan bukti-bukti kejahatan di depan publik.”
Biasanya novel terjemahan tidak
memiliki kata-kata yang tidak baku. Namun, dalam serial Cormoran Strike ada
beberapa yang tidak baku. Menurut saya itu bukan hal yang buruk, justru sangat
bagus, karena orang London pun mengenal yang namanya bahasa rakyat biasa, dan
juga bahasa sehari-hari, berbeda dari bahasa resmi yang biasa digunakan dalam
acara-acara resmi. Jadi, sangat pas bila diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia yang tidak baku juga. Supaya perbedaan diksi di antara para
tokoh jelas terlihat.
“Terimakasih deh, buat Mbak Siska
Yuanita atas terjemahannya. Dan untuk GPU, terimakasih sudah diterbitkan novel
ini.”
Tidak
sabar membaca seri berikutnya. Sangat beraharap memegang The Silkworn yang
ditandatangani Galbraith.