Revolusi Perancis adalah masa
dalam sejarah
Perancis antara tahun 1789 dan 1799
di mana para demokrat dan pendukung republikanisme menjatuhkan monarki absolut di Perancis dan memaksa Gereja Katolik Roma
menjalani restrukturisasi yang radikal.
Meski
Perancis kemudian akan berganti sistem antara republik, kekaisaran, dan monarki selama 1 bulan setelah Republik Pertama Perancis jatuh dalam kudeta yang dilakukan oleh Napoleon Bonaparte,
revolusi ini dengan jelas mengakhiri ancien régime (bahasa Indonesia: Rezim Lama; merujuk kepada
kekuasaan dinasti seperti Valois dan Bourbon) dan menjadi lebih penting daripada
revolusi-revolusi berikutnya yang terjadi di Perancis.
Penyebab
Banyak
faktor yang menyebabkan revolusi ini. Salah satu di antaranya adalah karena
sikap orde yang lama terlalu kaku dalam menghadapi dunia yang berubah. Penyebab
lainnya adalah karena ambisi yang berkembang dan dipengaruhi oleh ide Pencerahan dari kaum borjuis, kaum petani, para buruh, dan individu
dari semua kelas yang merasa disakiti. Sementara revolusi berlangsung dan
kekuasaan beralih dari monarki ke badan legislatif, kepentingan-kepentingan yang
berbenturan dari kelompok-kelompok yang semula bersekutu ini kemudian menjadi
sumber konflik dan pertumpahan darah.
Sebab-sebab
Revolusi Perancis mencakup hal-hal di bawah ini:
- Kemarahan terhadap absolutisme kerajaan.
- Kemarahan terhadap sistem seigneurialisme di kalangan kaum petani, para buruh, dan—sampai batas tertentu—kaum borjuis.
- Bangkitnya gagasan-gagasan Pencerahan
- Utang nasional yang tidak terkendali, yang disebabkan dan diperparah oleh sistem pajak yang tak seimbang.
- Situasi ekonomi yang buruk, sebagian disebabkan oleh keterlibatan Perancis dan bantuan terhadap Revolusi Amerika.
- Kelangkaan makanan di bulan-bulan menjelang revolusi.
- Kemarahan terhadap hak-hak istimewa kaum bangsawan dan dominasi dalam kehidupan publik oleh kelas profesional yang ambisius.
- Kebencian terhadap intoleransi agama.
- Kegagalan Louis XVI untuk menangani gejala-gejala ini secara efektif.
Aktivitas
proto-revolusioner bermula ketika raja Perancis Louis XVI
(memerintah 1774-1792) menghadapi krisis dana
kerajaan. Keluarga raja Perancis, yang secara keuangan sama dengan negara
Perancis, memiliki utang yang besar. Selama pemerintahan Louis XV (1715-1774)
dan Louis XVI sejumlah menteri, termasuk Turgot (Pengawas Keuangan Umum 1774-1776)
dan Jacques
Necker (Direktur-Jenderal Keuangan 1777-1781),
mengusulkan sistem perpajakan Perancis yang lebih seragam, namun gagal. Langkah-langkah
itu mendapatkan tantangan terus-menerus dari parlement
(pengadilan hukum), yang didominasi oleh "Para
Bangsawan", yang menganggap diri mereka sebagai pengawal nasional melawan
pemerintahan yang sewenang-wenang, dan juga dari fraksi-fraksi pengadilan.
Akibatnya, kedua menteri itu akhirnya diberhentikan. Charles Alexandre de Calonne, yang menjadi
Pengawas Umum Keuangan pada 1783, mengembangkan strategi
pengeluaran yang terbuka sebagai cara untuk meyakinkan calon kreditur tentang
kepercayaan dan stabilitas keuangan Perancis.
Namun,
setelah Callone melakukan peninjauan yang mendalam terhadap situasi keuangan
Perancis, menetapkan bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan, dan karenanya ia
mengusulkan pajak
tanah yang seragam sebagai cara untuk memperbaiki keuangan Perancis
dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, dia berharap bahwa dukungan dari
Dewan Kaum Terkemuka yang dipilih raja akan mengemalikan kepercayaan akan
keuangan Perancis, dan dapat memberikan pinjaman hingga pajak tanah mulai
memberikan hasilnya dan memungkinkan pembayaran kembali dari utang tersebut.
Meskipun
Callone meyakinkan raja akan pentingnya pembaharuannya, Dewan Kaum Terkemuka
menolak untuk mendukung kebijakannya, dan berkeras bahwa hanya lembaga yang
betul-betul representatif, seyogyanya Estates-General
(wakil-wakil berbagai golongan) Kerajaan, dapat menyetujui pajak baru. Raja,
yang melihat bahwa Callone akan menjapada masalah baginya, memecatnya dan
menggantikannya dengan Étienne Charles de Loménie de Brienne, Uskup
Agung Toulouse, yang merupakan pemimpin oposisi di Dewan. Brienne sekarang
mengadopsi pembaruan menyeluruh, memberikan berbagai hak sipil (termasuk
kebebasan beribadah kepada kaum Protestan), dan menjanjikan pembentukan Etats-Généraux
dalam lima
tahun, tetapi ssementara itu juga mencoba melanjutkan rencana Calonne. Ketika
langkah-langkah ini ditentang di Parlement Paris (sebagian karena Raja
tidak bijaksana), Brienne mulai menyerang, mencoba membubarkan seluruh
"parlement" dan mengumpulkan pajak baru tanpa peduli terhadap mereka.
Ini menyebabkan bangkitnya perlawanan massal di banyak bagian di Perancis,
termasuk "Day of the Tiles" yang terkenal di Grenoble. Yang lebih penting lagi, kekacauan di
seluruh Perancis meyakinkan para kreditor jangka-pendek. Keuangan Prancis
sangat tergantung pada mereka untuk mempertahankan kegiatannya sehari-hari
untuk menarik pinjaman mereka, menyebabkan negara hampir bangkrut, dan memaksa
Louis dan Brienne untuk menyerah.
Raja setuju
pada 8 Agustus 1788
untuk mengumpulkan Estates-General pada Mei 1789
untuk pertama kalinya sejak 1614. Brienne mengundurkan diri
pada 25 Agustus 1788,
dan Necker kembali bertanggung jawab atas keuangan nasional. Dia menggunakan
posisinya bukan untuk mengusulkan langkah-langkah pembaruan yang baru,
melainkan untuk menyiapkan pertemuan wakil-wakil nasional.
Sejarah
Etats-Généraux 1789
Untuk penjelasan lebih terinci mengenai peristiwa-peristiwa
pada 8 Agustus 1788-
17 Juni 1789,
lihat Etats-Généraux
1789.
Pembentukan
Etats-Généraux menyebabkan berkembangnya keprihatinan pada pihak oposisi
bahwa pemerintah akan berusaha seenaknya membentuk sebuah Dewan sesuai
keinginannya. Untuk menghindarinya, Parlement Paris, setelah kembali ke
kota dengan kemenangan, mengumumkan bahwa Etats-Généraux harus dibentuk
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam pertemuan sebelumnya.
Meskipun kelihatannya para politikus tidak memahami "ketentuan-ketentuan
1614" ketika mereka membuat keputusan ini, hal ini membangkitkan
kehebohan. Estates 1614 terdiri dari jumlah wakil yang sama dari
setiap kelompok dan pemberian suara dilakukan menurut urutan, yaitu Kelompok
Pertama (para rohaniwan), Kelompok
Kedua (para bangsawan), dan Kelompok
Ketiga (lain-lain), masing-masing mendapatkan satu suara.
Segera
setelah itu, "Komite Tiga Puluh", sebuah badan yang terdiri atas
penduduk Paris yang liberal, mulai melakukan agitasi melawannya, menuntut agar
Kelompok Ketiga digandakan dan pemungutan suara dilakukan per kepala (seperti
yang telah dilakukan dalam berbagai dewan perwakilan daerah). Necker, yang
berbicara untuk pemerintah, mengakui lebih jauh bahwa Kelompok Ketiga harus
digandakan, tetapi masalah pemungutan suara per kepala harus diserahkan kepada
pertemuan Etats sendiri. Namun kemarahan yang dihasilkan oleh pertikaian itu
tetap mendalam, dan pamflet-pamflet, seperti tulisan Abbé
Sieyès Apakah Kelompok Ketiga itu? yang berpendapat bahwa
ordo-ordo yang memiliki hak-hak istimewa adalah parasit, dan Kelompok Ketiga
adalah bangsa itu sendiri, membuat kemarahan itu tetap bertahan.
Ketika
Etats-Généraux bertemu di Versailles pada 5 Mei 1789, pidato-pidato panjang oleh Necker dan
Lamoignon, yang bertugas menyimpan meterai, tidak banyak membantu untuk
memberikan bimbingan kepada para wakil, yang dikembalikan ke tempat-tempat
pertemuan terpisah untuk membuktikan kredensi para panggotanya. Pertanyaan
tentang apakah pemilihan suara akhirnya akan dilakukan per kepala atau diambil
dari setiap orde sekali lagi disingkirkan untuk sementara waktu, namun Kelompok
Ketiga kini menuntut agar pembuktian kredensi itu sendiri harus dilakukan
sebagai kelompok. Namun, perundingan-perundingan dengan kelompok-kelompok lain
untuk mencapai hal ini tidak berhasil, karena kebanyakan rohaniwan dan kaum
bangsawan tetap mendukung pemungutan suara yang diwakili oleh setiap orde.
Majelis Nasional
Untuk gambaran lebih jelas tentang peristiwa 17 Juni - 9 Juli 1789,
lihat Majelis Nasional (Revolusi).
Pada
tanggal 28 Mei 1789, Romo Sieyès memindahkan Estate Ketiga itu, kini bertemu sebagai Communes
(bahasa Indonesia: "Majelis Perwakilan Rendah"), memulai pembuktian
kekuasaannya sendiri dan mengundang 2 estate lainnya untuk ambil bagian, namun
bukan untuk menunggu mereka. Mereka memulai untuk berbuat demikian,
menyelesaikan proses itu pada tanggal 17 Juni. Lalu mereka mengusulkan langkah yang
jauh lebih radikal, menyatakan diri sebagai Majelis Nasional, majelis yang bukan dari estate
namun dari "rakyat". Mereka mengundang golongan lain untuk bergabung
dengan mereka, namun kemudian nampak jelas bahwa mereka cenderung memimpin
urusan luar negeri dengan atau tanpa mereka.
Louis XVI
menutup Salle des États di mana majelis itu bertemu. Majelis itu memindahkan
pertemuan ke lapangan tenis raja, di mana mereka mereka mulai mengucapkan Sumpah
Lapangan Tenis (20 Juni 1789), di mana
mereka setuju untuk tidak berpisah hingga bisa memberikan sebuah konstitusi untuk Perancis. Mayoritas perwakilan
dari pendeta segera bergabung dengan mereka, begitupun 57 anggota bangsawan.
Dari tanggal 27 Juni kumpulan kerajaan telah menyerah pada
lahirnya, meski militer mulai tiba dalam jumlah besar di sekeliling Paris
dan Versailles.
Pesan dukungan untuk majelis itu mengalir dari Paris
dan kota
lainnya di Perancis. Pada tanggal 9 Juli, majelis itu disusun
kembali sebagai Majelis Konstituante Nasional.
Serbuan ke Bastille
Untuk diskusi lebih jelas, lihat Penyerbuan ke Bastille.
Pada
tanggal 11 Juli 1789, Raja Louis, yang bertindak di
bawah pengaruh bangsawan konservatif dari dewan
kakus umumnya, begitupun permaisurinya Marie Antoinette, dan saudaranya Comte d'Artois, membuang menteri reformis Necker
dan merekonstruksi kementerian secara keseluruhan. Kebanyakan rakyat Paris,
yang mengira inilah mulainya kup kerajaan, turut ke huru-hara terbuka. Beberapa
anggota militer bergabung dengan khalayak; lainnya tetap netral.
Pada
tanggal 14 Juli 1789, setelah pertempuran 4 jam, massa
menduduki penjara Bastille, membunuh gubernur, Marquis Bernard
de Launay, dan beberapa pengawalnya. Walaupun orang Paris hanya
membebaskan 7 tahanan; 4 pemalsu, 2 orang gila, dan seorang penjahat seks yang
berbahaya, Bastille menjadi simbol potensial bagi segala sesuatu yang dibenci
pada masa ancien
régime. Kembali ke Hôtel de Ville
(balai kota), massa mendakwa prévôt
des marchands (seperti wali kota) Jacques
de Flesselles atas pengkhianatan; pembunuhan terhadapnya terjadi dalam
perjalanan ke sebuah pengadilan pura-pura di Palais
Royal.
Raja dan
pendukung militernya mundur turun, setidaknya sejak beberapa waktu yang lalu. Lafayette
menerima komando Garda Nasional di Paris; Jean-Sylvain
Bailly, presiden Majelis Nasional pada masa Sumpah
Lapangan Tenis, menjadi wali kota di bawah struktur baru
pemerintahan yang dikenal sebagai commune. Raja mengunjungi Paris, di
mana, pada tanggal 27 Juli, ia menerima
kokade triwarna,
begitupun pekikan vive la Nation "Hidup Negara" diubah menjadi
vive le Roi "Hidup Raja".
Namun,
setelah kekacauan ini, para bangsawan, yang sedikit terjamin oleh rekonsiliasi
antara raja dan rakyat yang nyata dan, seperti yang terbukti, sementara, mulai
pergi dari negeri itu sebagai émigré,
beberapa dari mereka mulai merencanakan perang saudara di kerajaan itu dan
menghasut koalisi Eropa menghadapi Perancis.
Necker,
yang dipanggil kembali ke jabatannya, mendapatkan kemenangan yang tak
berlangsung lama. Sebagai seorang pemodal yang cerdik namun bukan politikus
yang lihai, ia terlalu banyak meminta dan menghasilkan amnesti umum, kehilangan
sebagian besar dukungan rakyat dalam masa kemenangannya yang nyata.
Menjelang
akhir Juli huru-hara dan jiwa kedaulatan
rakyat menyebar ke seluruh Perancis. Di daerah pedesaan, hal ini ada
di tengah-tengah mereka: beberapa orang membakar akta gelar dan tak sedikit pun
terdapat châteaux,
sebagai bagian pemberontakan petani umum yang dikenal sebagai "la Grande
Peur" (Ketakutan
Besar).
Penghapusan feodalisme
Untuk diskusi lebih rinci, lihat Penghapusan feodalisme.
Pada
tanggal 4 Agustus 1789, Majelis Nasional menghapuskan feodalisme, hak ketuanan Estate Kedua dan
sedekah yang didapatkan oleh Estate Pertama. Dalam waktu beberapa jam, sejumlah
bangsawan, pendeta, kota, provinsi, dan perusahaan kehilangan hak istimewanya.
Sementara
akan ada tanda mundur, penyesalan, dan banyak argumen atas rachat au denier
30 ("penebusan pada pembelian 30 tahun") yang dikhususkan dalam
legislasi 4 Agustus, masalah masih mandek, meski proses
penuh akan terjadi di 4 tahun yang lain.
Dekristenisasi
Untuk diskusi lebih jelas, lihat Dekristenisasi Perancis selama Revolusi Perancis.
Revolusi
membawa perubahan besar-besaran pada kekuasaan dari Gereja Katolik Roma
kepada negara. Legislasi yang berlaku pada tahun 1790
menghapuskan otoritas gereja untuk menarik pajak
hasil bumi yang dikenal sebagai dîme (sedekah), menghapuskan hak khusus
untuk pendeta, dan menyita kekayaan geraja; di bawah ancien régime,
gereja telah menjadi pemilik tanah terbesar di negeri ini. Legislasi berikutnya mencoba menempatkan pendeta
di bawah negara, menjadikannya pekerja negeri. Tahun-tahun berikutnya
menyaksikan penindasan penuh kekerasan terhadap para pendeta, termasuk
penahanan dan pembantaian para pendeta di seluruh Perancis.
Concordat
1801 antara Napoleon dan gereja mengakhiri masa dekristenisasi dan
mendirikan aturan untuk hubungan antara Gereja Katolik dan Negara Perancis yang
berlangsung hingga dicabut oleh Republik Ketiga pada pemisahan gereja dan agama pada tanggal 11 Desember 1905.
Kemunculan berbagai faksi
Untuk diskusi lebih jelas, lihat Majelis Konstituante Nasional.
Faksi-faksi
dalam majelis tersebut mulai bermunculan. Kaum ningrat
Jacques Antoine Marie Cazalès dan pendeta Jean-Sifrein
Maury memimpin yang kelak dikenal sebagai sayap kanan
yang menentang revolusi. "Royalis Demokrat" atau Monarchien,
bersekutu dengan Necker, cenderung mengorganisir Perancis sejajar garis yang
mirip dengan model Konstitusi Inggris: mereka termasuk Jean
Joseph Mounier, Comte de Lally-Tollendal, Comte de Clermont-Tonnerre, dan Pierre
Victor Malouet, Comte de Virieu.
"Partai
Nasional" yang mewakili faksi tengah atau kiri-tengah majelis tersebut
termasuk Honoré
Mirabeau, Lafayette, dan Bailly; sedangkan Adrien
Duport, Barnave dan Alexander
Lameth mewakili pandangan yang lebih ekstrem. Yang hampir sendiri
dalam radikalismenya di sisi kiri adalah pengacara Arras
Maximilien Robespierre.
Sieyès memimpin pengusulan legislasi pada masa ini dan
berhasil menempa konsensus selama beberapa waktu antara pusat politik dan pihak kiri.
Di Paris,
sejumlah komite, wali kota, majelis perwakilan, dan distrik-distrik
perseorangan mengklaim otoritas yang bebas dari yang. Kelas menengah Garda Nasional yang juga naik pamornya di bawah
Lafayette juga perlahan-lahan muncul sebagai kekuatan dalam haknya sendiri,
begitupun majelis yang didirikan sendiri lainnya.
Melihat
model Deklarasi
Kemerdekaan Amerika Serikat, pada tanggal 26 Agustus 1789, majelis mendirikan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warganegara.
Seperti Deklarasi AS, deklarasi ini terdiri atas pernyataan asas daripada konstitusi dengan pengaruh resmi.
Ke arah konstitusi
Untuk
diskusi lebih lanjut, lihat Ke arah Konstitusi.
Majelis
Konsituante Nasional tak hanya berfungsi sebagai legislatur, namun juga sebagai badan untuk
mengusulkan konstitusi baru.
Necker,
Mounier, Lally-Tollendal, dll tidak berhasil mengusulkan sebuah senat,
yang anggotanya diangkat oleh raja pada pencalonan rakyat. Sebagian besar
bangsawan mengusulkan majelis tinggi
aristokrat yang dipilih oleh para bangsawan. Kelompok rakyat menyatakan di hari
itu: Perancis akan memiliki majelis tunggal dan unikameral. Raja hanya memiliki
"veto suspensif": ia dapat menunda implementasi hukum, namun tidak
bisa mencabutnya sama sekali.
Rakyat
Paris menghalangi usaha kelompok Royalis untuk mencabut tatanan baru ini:
mereka berbaris di Versailles pada tanggal 5 Oktober 1789. Setelah sejumlah perkelahian dan
insiden, raja dan keluarga kerajaan merelakan diri dibawa kembali dari
Versailles ke Paris.
Majelis itu
menggantikan sistem provinsi
dengan 83 département,
yang diperintah secara seragam dan kurang lebih sederajat dalam hal luas dan
populasi.
Awalnya
dipanggil untuk mengurusi krisis keuangan, hingga saat itu majelis ini
memusatkan perhatian pada masalah lain dan hanya memperburuk defisit itu.
Mirabeau kini memimpin gerakan itu untuk memusatkan perhatian pada masalah ini,
dengan majelis itu yang memberikan kediktatoran penuh dalam keuangan pada
Necker.
Ke arah Konstitusi Sipil Pendeta
Untuk diskusi lanjutan, lihat Konstitusi Sipil Pendeta.
Ke
tingkatan yang tidak lebih sempit, majelis itu memusatkan perhatian pada krisis
keuangan ini dengan meminta bangsa mengambil alih harta milik gereja (saat
menghadapi pengeluaran gereja) melalui hukum tanggal 2 Desember 1789. Agar memonter sejumlah besar
harta benda itu dengan cepat, pemerintah meluncurkan mata uang kertas baru, assignat,
diongkosi dari tanah gereja yang disita.
Legislasi
lebih lanjut pada tanggal 13 Februari 1790
menghapuskan janji
biara. Konstitusi Sipil Pendeta, yang disahkan pada
tanggal 12 Juli 1790 (meski tak ditandatangani oleh raja
pada tanggal 26 Desember 1790),
mengubah para pendeta yang tersisa sebagai pegawai negeri dan meminta mereka
bersumpah setia pada konstitusi. Konstitusi Sipil Pendeta juga membuat gereja
Katolik sebagai tangan negara sekuler.
Menanggapi
legislasi ini, uskup agung Aix dan uskup Clermont memimpin pemogokan pendeta
dari Majelis Konstituante Nasional. Sri Paus tak pernah menyetujui rencana baru itu,
dan hal ini menimbulkan perpecahan antara pendeta yang mengucapkan sumpah yang
diminta dan menerima rencana baru itu ("anggota juri" atau "pendeta
konstitusi") dan "bukan anggota juri" atau "pendeta yang
keras hati" yang menolak berbuat demikian.
Dari peringatan Bonjour ke kematian Mirabeau
Untuk
diskusi lebih detail tentang peristiwa antara 14 Juli 1790
- 30 September 1791,
lihat Dari peringatan Bastille ke kematian Mirabeau.
Majelis itu
menghapuskan perlengkapan simbolik ancien régime, baringan lapis baja,
dll., yang lebih lanjut mengasingkan bangsawan yang lebih konservatif, dan
menambahkan pangkat émigré.
Pada
tanggal 14 Juli 1790,
dan beberapa hari berikutnya, kerumuman di Champ-de-Mars
memperingati jatuhnya Bastille; Talleyrand melakukan sumpah massal untuk
"setia pada negara, hukum, dan raja"; raja dan keluarga raja ikut
serta secara aktif.
Para
pemilih awalnya memilih anggota Dewan Jenderal untuk bertugas dalam setahun,
namun dengan Sumpah
Lapangan Tenis, commune tersebut telah sepakat bertemu terus
menerus hingga Perancis memiliki konstitusi. Unsur sayap kanan kini mengusulkan
pemilu baru, namun Mirabeau menang, menegaskan bahwa status majelis itu telah
berubah secara fundamental, dan tiada pemilu baru yang terjadi sebelum
sempurnanya konstitusi.
Pada akhir
1790, beberapa huru-hara kontrarevolusi kecil-kecilan pecah dan berbagai usaha
terjadi untuk mengembalikan semua atau sebagian pasukan pasukan terhadap
revolusi yang semuanya gagal. Pengadilan kerajaan, dalam kata-kata François
Mignet, "mendorong setiap kegiatan antirevolusi dan tak diakui
lagi." [1]
Militer
menghadapi sejumlah kerusuhan internal: Jenderal Bouillé berhasil meredam sebuah pemberontakan
kecil, yang meninggikan reputasinya (yang saksama) untuk simpatisan
kontrarevolusi.
Kode
militer baru, yang dengannya kenaikan pangkat bergantung senioritas dan bukti
kompetensi (daripada kebangsawanan) mengubah beberapa korps perwira yang ada,
yang yang bergabung dengan pangkat émigré atau menjadi kontrarevolusi dari
dalam.
Masa ini
menyaksikan kebangkitan sejumlah "klub" politik dalam politik
Perancis, yang paling menonjol di antaranya adalah Klub
Jacobin: menurut 1911 Encyclopædia Britannica, 152 klub
berafiliasi dengan Jacobin pada tanggal 10 Agustus 1790. Saat Jacobin menjadi organisasi
terkenal, beberapa pendirinya meninggalkannya untuk membentuk Klub '89.
Para royalis awalnya mendirikan Club
des Impartiaux yang berumur pendek dan kemudian Club
Monarchique. Mereka tak berhasil mencoba membujuk dukungan
rakyat untuk mencari nama dengan membagi-bagikan roti; hasilnya, mereka sering
menjadi sasaran protes dan malahan huru-hara, dan pemerintah kotamadya Paris
akhirnya menutup Club Monarchique pada bulan Januari 1791.
Di
tengah-tengah intrik itu, majelis terus berusaha untuk mengembangkan sebuah
konstitusi. Sebuah organisasi yudisial membuat semua hakim sementara dan bebas
dari tahta. Legislator menghapuskan jabatan turunan, kecuali untuk monarki
sendiri. Pengadilan juri dimulai untuk kasus-kasus kejahatan. Raja akan
memiliki kekuasaan khusus untuk mengusulkan perang, kemudian legislator
memutuskan apakah perang diumumkan atau tidak. Majelis itu menghapuskan semua
penghalang perdagangan dan menghapuskan gilda, ketuanan, dan organisasi pekerja:
setiap orang berhak berdagang melalui pembelian surat izin; pemogokan menjadi
ilegal.
Di musim
dingin 1791, untuk pertama kalinya majelis tersebut mempertimbangkan legislasi
terhadap émigré. Debat itu mengadu keamanan negara terhadap kebebasan
perorangan untuk pergi. Mirabeau menang atas tindakan itu, yang disebutnya
"patutu ditempatkan di kode Drako."
[2]
Namun,
Mirabeau meninggal pada tanggal 2 Maret 1791.
Mignet berkata, "Tak seorang pun yang menyamainya dalam hal kekuatan dan
popularitas," dan sebelum akhir tahun, Majelis Legislatif yang baru akan
mengadopsi ukuran "drako" ini.
Pelarian ke Varennes
Untuk diskusi lebih jelas, lihat Pelarian
ke Varennes.
Louis XVI,
yang ditentang pada masa revolusi, namun menolak bantuan yang kemungkinan
berbahaya ke penguasa Eropa lainnya, membuat kesatuan dengan Jenderal Bouillé,
yang menyalahkan emigrasi dan majelis itu, dan menjanjikannya pengungsian dan
dukungan di kampnya di Montmedy.
Pada malam 20 Juni 1791, keluarga kerajaan lari ke
Tuileries. Namun, keesokan harinya, sang Raja yang terlalu yakin itu dengan
sembrono menunjukkan diri. Dikenali dan ditangkap di Varennes
(di département
Meuse) di akhir 21 Juni, ia kembali ke Paris di bawah
pengawalan.
Pétion, Latour-Maubourg, dan Antoine Pierre Joseph Marie Barnave, yang
mewakili majelis, bertemu anggota kerajaan itu di Épernay
dan kembali dengan mereka. Dari saat ini, Barnave became penasihat dan
pendukung keluarga raja.
Saat
mencapai Paris, kerumunan itu tetap hening. Majelis itu untuk sementara
menangguhkan sang raja. Ia dan Ratu Marie Antoinette tetap ditempatkan di bawah
pengawalan.
Hari-hari terakhir Majelis Konstituante Nasional
Untuk
diskusi lebih jelas, silakan lihat Hari-hari terakhir Majelis Konstituante Nasional.
Dengan
sebagian besar anggota majelis yang masih menginginkan monarki konstitusional
daripada republik, sejumlah kelompok itu mencapai
kompromi yang membiarkan Louis XVI tidak lebih dari penguasa boneka: ia
terpaksa bersumpah untuk konstitusi, dan sebuah dekrit menyatakan bahwa mencabut
sumpah, mengepalai militer untuk mengumumkan perang atas bangsa, atau
mengizinkan tiap orang untuk berbuat demikian atas namanya berarti turun tahta
secara de facto.
Jacques Pierre Brissot mencadangkan sebuah petisi, bersikeras
bahwa di mata bangsa Louis XVI dijatuhkan sejak pelariannya. Sebuah kerumunan
besar berkumpul di Champ-de-Mars
untuk menandatangani petisi itu. Georges
Danton dan Camille
Desmoulins memberikan pidato berapi-api. Majelis menyerukan
pemerintah kotamadya untuk "melestarikan tatanan masyarakat". Garda
Nasional di bawah komando Lafayette menghadapi kerumuman itu. Pertama kali para
prajurit membalas serangan batu dengan menembak ke udara; kerumunan tidak
bubar, dan Lafayette memerintahkan orang-orangnya untuk menembak ke kerumunan,
menyebabkan pembunuhan sebanyak 50 jiwa.
Segera
setelah pembantaian itu pemerintah menutup banyak klub patriot, seperti surat
kabar radikal seperti L'Ami
du Peuple milik Jean-Paul Marat. Danton lari ke Inggris; Desmoulins
dan Marat lari bersembunyi.
Sementara
itu, ancaman baru dari luar muncul: Leopold II, Kaisar Romawi Suci, Friedrich Wilhelm II dari Prusia, dan saudara
raja Charles-Phillipe, comte d'Artois mengeluarkan Deklarasi
Pilnitz yang menganggap perkara Louis XVI seperti perkara mereka
sendiri, meminta pembebasannya secara penuh dan pembubaran majelis itu, dan
menjanjikan serangan ke Perancis atas namanya jika pemerintah revolusi menolak
syarat tersebut.
Jika tidak,
pernyataan itu secara langsung membahayakan Louis. Orang Perancis tidak
mengindahkan perintah penguasa asing itu, dan ancaman militer hanya menyebabkan
militerisasi perbatasan.
Malahan
sebelum "Pelarian ke Varennes", para anggota majelis telah menentukan
untuk menghalangi diri dari legislatur yang akan menggantikan mereka, Majelis Legislatif. Kini mereka mengumpulkan
sejumlah hukum konstitusi yang telah mereka sahkan ke dalam konstitusi tunggal,
menunjukkan keuletan yang luar biasa dalam memilih untuk tidak menggunakan hal
ini sebagai kesempatan untuk revisi utama, dan mengajukannya ke Louis XVI yang
dipulihkan saat itu, yang menyetujuinya, menulis "Saya mengajak
mempertahankannya di dalam negeri, mempertahankannya dari semua serangan luar;
dan menyebabkan pengesahannya yang tentu saja ditempatkan di penyelesaian
saya". Raja memuji majelis dan menerima tepukan tangan penuh antusias dari
para anggota dan penonton. Majelis mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 29 September 1791.
Mignet
menulis, "Konstitusi 1791... adalah karya kelas menengah, kemudian yang
terkuat; seperti yang diketahui benar, karena kekuatan yang mendominasi pernah
mengambil kepemilikan lembaga itu... Dalam konstitusi ini rakyat adalah sumber
semua, namun tak melaksanakan apapun." [3]
Majelis Legislatif dan kejatuhan monarki
Untuk penjelasan lebih jelas tentang peristiwa antara 1 Oktober 1791
- 19 September 1792,
lihat Majelis Legislatif dan jatuhnya monarki Perancis.
Majelis Legislatif
Di bawah
Konstitusi 1791, Perancis berfungsi sebagai monarki konstitusional. Raja harus
berbagi kekuasaan dengan Majelis Legislatif yang terpilih, namun ia masih
bisa mempertahankan vetonya dan kemampuan memilih menteri.
Majelis
Legislatif pertama kali bertemu pada tanggal 1 Oktober 1791, dan jatuh dalam keadaan kacau
hingga kurang dari setahun berikutnya. Dalam kata-kata 1911 Encyclopædia Britannica: "Dalam mencba
memerintah, majelis itu sama sekali gagal. Majelis itu membiarkan kekosongan
keuangan, ketidakdisiplinan pasukan dan angkatan laut, dan rakyat yang rusak
moralnya oleh huru-hara yang aman dan berhasil."
Majelis
Legislatif terdiri atas sekitar 165 anggota Feuillant
(monarkis konstitusional) di sisi kanan,
sekitar 330 Girondin
(republikan liberal) dan Jacobin
(revolusioner radikal) di sisi kiri, dan
sekitar 250 wakil yang tak berafiliasi dengan faksi apapun.
Sejak awal,
raja memveto legislasi yang mengancam émigré dengan kematian dan hal itu
menyatakan bahwa pendeta
non-juri harus menghabiskan 8 hari untuk mengucapkan sumpah sipil
yang diamanatkan oleh Konstitusi Sipil Pendeta. Lebih dari setahun,
ketidaksetujuan atas hal ini akan menimbulkan krisis
konstitusi.
Perang
Politik
masa itu membawa Perancis secara tak terelakkan ke arah perang terhadap Austria dan sekutu-sekutunya. Sang Raja,
kelompok Feuillant dan Girondin khususnya menginginkan perang. Sang Raja (dan
banyak Feuillant bersamanya) mengharapkan perang akan menaikkan popularitasnya;
ia juga meramalkan kesempatan untuk memanfaatkan tiap kekalahan: yang hasilnya
akan membuatnya lebih kuat. Kelompok Girondin ingin menyebarkan revolusi ke
seluruh Eropa. Hanya beberapa Jacobin radikal yang menentang perang, lebih
memilih konsolidasi dan mengembangkan revolusi di dalam negeri. Kaisar Austria Leopold II, saudara Marie Antoinette, berharap menghindari perang,
namun meninggal pada tanggal 1 Maret 1792.
Perancis
menyatakan perang pada Austria (20 April 1792)
dan Prusia bergabung di pihak Austria beberapa
minggu kemudian. Perang Revolusi
Perancis telah dimulai.
Setelah
pertempuran kecil awal berlangsung sengit untuk Perancis, pertempuran militer
yang berarti atas perang itu terjadi dengan Pertempuran
Valmy yang terjadi antara Perancis dan Prusia (20 September 1792). Meski hujan lebat menghambat
resolusi yang menentukan, artileri Perancis membuktikan keunggulannya. Namun, dari
masa ini, Perancis menghadapi huru-hara dan monarki telah menjapada masa lalu.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: 10 Agustus (Revolusi Perancis) dan Pembantaian
September
Pada malam 10 Agustus 1792, para pengacau, yang didukung
oleh kelompok revolusioner baru Komuni Paris, menyerbu Tuileries. Raja dan ratu
akhirnya menjadi tahanan dan sidang muktamar Majelis Legislatif menunda
monarki: tak lebih dari sepertiga wakil, hampir semuanya Jacobin.
Akhirnya
pemerintahan nasional bergabung pada dukungan commune. Saat commune mengirimkan
sejumlah kelompok pembunuh ke penjara untuk menjagal 1400 korban, dan
mengalamatkan surat edaran ke kota lain di Perancis untuk mengikuti conth
mereka, majelis itu hanya bisa melancarkan perlawanan yang lemah. Keadaan ini
berlangsung terus menerus hingga Konvensi, yang diminta menulis konstitusi baru,
bertemu pada tanggal 20 September 1792 dan
menjadi pemerintahan de facto baru di Perancis. Di hari berikutnya
konvensi itu menghapuskan monarki dan mendeklarasikan republik. Tanggal ini
kemudian diadopsi sebagai awal Tahun
Satu dari Kalender Revolusi
Perancis.
Untuk penjelasan lebih lanjut tentang peristiwa antara 20 September 1792-
26 September 1795,
lihat Konvensi Nasional.
Kuasa
legislatif di republik baru jatuh ke Konvensi, sedangkan kekuasaan eksekutif
jatuh ke sisanya di Komite
Keamanan Umum. Kaum Girondin pun menjadi partai paling berpengaruh
dalam konvensi dan komite itu.
Dalam Manifesto
Brunswick, tentara kerajaan dan Prusia mengancam pembalasan ke
penduduk Perancis jika hal itu menghambat langkah majunya atau dikembalikannya
monarki. Sebagai akibatnya, Raja Louis dipandang berkonspirasi dengan
musuh-musuh Perancis. 17 Januari 1793
menyaksikan tuntutan mati kepada Raja Louis untuk "konspirasi terhadap
kebebasan publik dan keamanan umum" oleh mayoritas lemah di konvensi.
Eksekusi tanggal 21 Januari menimbulkan
banyak perang dengan negara Eropa lainnya. Permaisuri Louis yang kelahiran
Austria, Marie Antoinette, menyusulnya ke guillotine pada tanggal 16 Oktober.
Saat perang
bertambah sengit, harga naik dan sans-culottes
(buruh miskin dan Jacobin radikal) memberontak; kegiatan kontrarevolusi mulai
bermunculan di beberapa kawasan. Hal ini mendorong kelompok Jacobin merebut
kekuasaan melalui kup parlemen, yang
ditunggangi oleh kekuatan yang didapatkan dengan menggerakkan dukungan publik
terhadap faksi Girondin, dan dengan memanfaatkan kekuatan khayalak sans-culottes
Paris. Kemudian persekutuan Jacobin dan unsur-unsur sans-culottes
menjadi pusat yang efektif bagi pemerintahan baru. Kebijakan menjadi agak lebih
radikal.
Guillotine: antara
18.000-40.000 jiwa dieksekusi selama Pemerintahan Teror
Komite Keamanan Publik berada di bawah kendali Maximilien Robespierre,
dan Jacobin melepaskan tali Pemerintahan Teror
(1793-1794). Setidaknya 1200 jiwa menemui kematiannya
dengan guillotine dsb; setelah tuduhan kontrarevolusi.
Gambaran yang sedikit saja atas pikiran atau kegiatan kontrarevolusi (atau,
pada kasus Jacques
Hébert, semangat revolusi yang melebihi semangat kekuasaan) bisa
menyebabkan seseorang dicurigai, dan pengadilan tidak berjalan dengan teliti.
Pada tahun
1794 Robespierre
memerintahkan tokoh-tokoh Jacobin yang ultraradikal dan moderat dieksekusi;
namun, sebagai akibatnya, dukungan rakyat terhadapnya terkikis sama sekali.
Pada tanggal 27 Juli 1794,
orang-orang Perancis memberontak terhadap Pemerintahan Teror yang sudah
kelewatan dalam Reaksi
Thermidor, yang menyebabkan anggota konvensi yang moderat
menjatuhkan hukuman mati buat Robespierre dan beberapa anggota terkemuka
lainnya di Komite Keamanan Publik. Pemerintahan baru itu sebagian besar
tersusun atas Girondis yang lolos dari teror, dan setelah mengambil kekuasaan
menuntut balas dengan penyiksaan yang juga dilakukan terhadap Jacobin yang
telah membantu menjatuhkan Robespierre, melarang Klub Jacobin, dan menghukum
mati sejumlah besar bekas anggotanya pada apa yang disebut sebagai Teror
Putih.
Konvensi
menyetujui "Konstitusi Tahun III" yang baru pada tanggal 17 Agustus 1795;
sebuah plebisit
meratifikasinya pada bulan September; dan mulai berpengaruh pada tanggal 26 September 1795.
Direktorat
Untuk informasi lebih banyak tentang peristiwa antara 26 September 1795
- 9 November 1799,
lihat Direktorat
Perancis.
Konstitusi
baru itu melantik Directoire (bahasa Indonesia: Direktorat) dan
menciptakan legislatur
bikameral pertama dalam sejarah Perancis. Parlemen ini terdiri atas
500 perwakilan (Conseil des Cinq-Cents/Dewan Lima Ratus) dan 250 senator
(Conseil des Anciens/Dewan Senior). Kuasa eksekutif dipindahkan ke 5
"direktur" itu, dipilih tahunan oleh Conseil des Anciens dari
daftar yang diberikan oleh Conseil des Cinq-Cents.
Régime
baru bertemu dengan oposisi dari Jacobin dan royalis yang tersisa. Pasukan
meredam pemberontakan dan kegiatan kontrarevolusi. Dengan cara ini pasukan
tersebut dan jenderalnya yang berhasil, Napoleon Bonaparte
memperoleh lebih banyak kekuasaan.
Pada
tanggal 9 November 1799
(18
Brumaire dari Tahun VIII) Napoleon mengadakan kup
yang melantik Konsulat;
secara efektif hal ini memulai kediktatorannya dan akhirnya (1804)
pernyataannya sebagai kaisar, yang membawa mendekati fase republikan
spesifik pada masa Revolusi Perancis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar