Sabtu, 30 April 2016

Resensi Ulat Sutra

Judul Buku                : Ulat Sutra (Terjemahan)
Penulis                        : Robert Galbraith
Penerbit                      : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit             : 2014
Jumlah Halaman       : 536
ISBN                           : 978-602-03-0981-1


Ulat Sutra merupakan seri ke-2 dari serial Cormoran Strike, yang ditulis oleh Robert Galbraith, dimana seri pertamanya, Dekut Burung Kukuk (The Cuckoo’s Calling), mendulang kesuksesan. Sebelumnya ada Lula Landry yang diduga bunuh diri dengan melompat dari flatnya di lantai 3. Dugaan itu dianggap keliru, sehingga ada usaha mencari si pembunuh.
            Galbraith mengajak pembaca memasuki dunia kesusastraan London. Yang mana dunia itu terguncang oleh novel karangan Owen Quine, berjudul Bombyx Mori (bahasa ilmiahnya) yang berarti Ulat Sutra. Pasalnya dalam novel itu, Owen menguak sisi buruk orang yang ada di dekatnya secara blak-blakan, termasuk di dalamnya Daniel Chard, kepala penerbit Roper Chard, Leonora Quine, istri Owen, Jerry Waldegrave, penyunting yang biasa mengedit novel-novel Owen, Elizabeth Tassel, agen Owen, Michael Fancourt, penulis sekaligus mantan sahabat Owen, Kathryn Kent, kekasih gelap sekaligus murid Owen dalam pelatihan menulis, serta tokoh-tokoh lain yang digambarkan begitu menjinjikkan.
            Owen menghilang, dia diduga marah karena tak ada yang mau menerbitkan Bombyx Mori yang dia anggap sebagai mahakaryanya. Owen biasanya kembali sebelum sampai sepuluh hari. Karena alasan itu Leonora meminta bantuan Strike untuk menemukan Owen, ketika suaminya itu tak pulang selama sepuluh hari.
            Cormoran Strike, detektif yang terkenal berkat kasus bunuh diri Lula Landry yang berhasil ia pecahkan serta berhasil memberi citra buruk terhadap polisi, lagi-lagi berhasil menemukan Owen. Meskipun dalam keadaan tewas mengenaskan.
            Sangat berbeda dengan seri pertama, seri kedua berkisah tentang pembunuhan brutal yang tampak seperti ritual persembahan. Parahnya lagi cara pelaku membunuh penulis novel itu sama persis dengan apa yang ditulis dalam Bombyx Mori. Terlihat seolah-olah Owen sendiri yang telah merencanakan kematiannya.
            Pekerjaan Strike menjadi panjang berkat banyaknya jumlah tersangka, yaitu semua orang yang dijelek-jelekkan Owen dalam novelnya. Pada kasus kali ini, bayaran bukan merupakan tujuan utama Strike seperti kasus sebelumnya, Mrs. Quine yang meminta bantuannya tidak menunjukkan kesanggupan membayar tagihan. Ada semacam cabang dari cerita utama yang menunjukkan perbedaan antara melakukan sesuatu karena mencintai prosesnya dan melakukan sesuatu karena berharap pada hasilnya. Perbedaan yang kentara antara Cormoran dan Matthew, serta antara Matthew dan Robin.
            Sekali lagi, setelah menyelesaikan seri kedua ini, Galbraith berhasil menciptakan potongan-potongan rumit yang mesti disusun oleh setiap pembaca untuk membuktikan tersangka yang dipilih oleh masing-masing pembaca. Meskipun Ulat Sutra tidak se-mengejutkan Dekut Burung Kukuk, namun menurut saya sendiri Ulat Sutra lebih baik dari pada seri pertama.
            Di dalam seri pertama maupun seri kedua, Galbraith selalu punya istilah-istilah baru yang dapat menjadi dasar bagi para pembaca untuk mengetahuinya lebih jauh, karena novelnya sendiri tidak memiliki catatan kaki. Bila meluangkan waktu untuk meneliti kata-kata asing tersebut pengetahuan pembaca akan bertambah.
            “Novel ini pas banget buat mengenal London lebih dalam lagi.”
            Tidak bisa disangkal bahwa Galbraith memang sangat lihai menggambarkan tempat-tempat yang muncul dalam novel ini. Mungkin tidak berlebihan kalau saya pikir dia berada di tempat sesungguhnya saat dia menyebut tempat itu dalam novelnya. Dia benar-benar berhasil menghidupkan cerita ini, seolah-olah, di London memang pernah ada kasus pembunuhan seorang penulis sinting.

            Tidak sabar membaca seri yang ketiga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar